Kalah Bukanlah Lemah

KALAH BERMATABAT LEBIH TERHORMAT DARIPADA MENANG DENGAN CARA CURANG


Sobat gudang Arab, Dunia adalah permainan dan lahwun (tempat bersenang-senang). Di dalam permainan tentu ada yang kalah dan ada pula yang menang. Menang dan kalah adalah suatu keniscayaan, namun masalahnya pada bagaimana memperoleh dan menyikapi keduanya. Menang bermartabat dan kalah terhormat atau menang tercela kalah terhina.

Ibarat bermain sepak bola, kita pernah mendengar sebuah tim yang menang dengan gol kontroversial. Kemenangan tersebut diperbincangkan dan diperdebatkan. Tidak sepenuhnya orang bisa menerima kemenangan kita karena di dalamnya ada kecurangan, rekayasa dan keberpihakan. Namun ada pula kesebelasan yang kalah dengan terhormat. Mereka kalah bukan karena menerima keputusan apa adanya. Mereka kalah karena lawan lebih baik dan lebih berkualitas. Kendati demikian, mereka tetap mampu memberikan perlawanan yang mengesankan.

Demikian pula halnya dengan penegakan hukum dan keadilan di pengadilan, dipastikan hanya ada satu yang keluar sebagai pemenang. Ini hukum alam. Lagi-lagi apakah kemenangan itu merupakan kemenangan yang bermartabat atau kemenangan yang menimbulkan mudharat, karena dilakukan dengan berbagai kecurangan dan keculasan. Demikian juga dengan para pihaknya, apakah mereka menjadi pihak yang malah terhormat ketika kalah atau malah semakin terhina.

Di dalam ajaran Islam, ada tiga kata yang secara makna saling melengkapi dalam mewujudkan harga diri seseorang, yakni izzah (kemuliaan diri), muru’ah (menjaga kehormatan diri), dan _iffah_ (menahan diri). Ketiga kata tersebut saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Izzah juga berarti keagungan, kehormatan dan kekuatan. Izzah harus ada dalam hati setiap orang, yang didapat dengan cara mendekat kepada Rabb-nya..

Sementara muru’ah, menurut Syekh Imam Mawardi dalam Adab Ad-Dunya wad-Din, memiliki pengertian,

المروءَة مراعاة الأحوال إلى أن تكون على أفضلها، حتَّى لا يظهر منها قبيحٌ عن قصد، ولا يتوجَّه إليها ذمٌّ باستحقاق

“Muru’ah adalah menjaga tingkah laku hingga tetap berada pada keadaan yang paling utama, supaya tidak melahirkan keburukan secara sengaja dan tidak berhak mendapat cacian.” Lebih lengkap, menurut Mausu’ah Fiqh al-Qulub, muru’ah adalah: “Mengerjakan segenap akhlak baik dan menjauhi segenap akhlak buruk; menerapkan semua hal yang akan menghiasi dan memperindah kepribadian, serta meninggalkan semua yang akan mengotori dan menodainya.”

Sedangkan ‘iffah menurut Ibnu Maskawaih di dalam kitabnya Tahdzibul Akhlak, suatu kemampuan yang dimiliki manusia untuk menahan dorongan hawa nafsunya. ‘Iffah merupakan keutamaan yang dimiliki manusia ketika ia mampu mengendalikan syahwat dengan akal sehatnya. Dari sifat ‘iffah inilah lahir akhlak-akhlak mulia seperti sabar, qana’ah, adil, jujur, dermawan, santun, dan perilaku terpuji lainnya. Sifat ‘iffah ini pulalah yang membuat manusia menjadi mulia (izzah). Sekiranya manusia sudah tidak lagi memiliki sifat ini, maka ia tidak ubahnya seperti binatang. Karena, ketika seseorang mampu memfungsikan ‘iffah-nya, berarti akal sehatnya bekerja dengan baik.

Dengan demikian, orang yang memiliki harga diri adalah orang yang mampu menampilkan kemuliaan dirinya (‘izzah), menjaga kehormatannya (muru’ah), dan menahan diri (‘iffah) dari dorongan hawa nafsu, perbuatan maksiat, perilaku yang buruk dan segala sesuatu yang diharamkan oleh syariat.

Tugas kita adalah bagaimana mengawal penegakan hukum dan keadilan agar tidak sia-sia. Jadilah pemenang yang bermartabat. Andaipun kalah, terimalah kekalahan itu secara terhormat.

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita tetap Istiqamah senantiasa menampilkan kemuliaan diri (‘izzah), menjaga kehormatan (muru’ah), dan menahan diri (‘iffah) dari dorongan hawa nafsu untuk meraih ridha-Nya.

Cek Artikel menarik lainya di Saef-swordofgod

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url